Video Misteri
Libur ganda di
akhir pekan. Ijin sudah diperoleh, bahkan uang saku didapat lebih dari yang
diharapkan. Tentu saja semua karena pilihan Whien jatuh ke rumah kakek Yusuf.
Sudah lama Kakek tidak di kunjungi dan Mama sering mengeluh rindu tapi tak
punya waktu untuk bertemu. Lalu ada perasaan bersalah, karena sebagai anak,
seharusnya Mama tidak boleh terlalu lama tidak menjenguk kedua orangtuanya di
Danau Jingga.
“Aku mengajak
serta Yesa, Ma!” Seru Whien sambil memasukkan dua stel pakaian ke dalam tasnya.
“Kamu harus
punya ijin dari orangtuanya, kan?”
“Sudah, Ma. Mama
tahu, anak itu bahkan boleh pergi ke ujung dunia sekalipun asalkan bersamaku,”
kata Whien dengan seulas senyum pongah di bibir tipisnya.
“Ya, kalian
memang lebih mirip sepasang saudara kembar.”
Whien tidak bisa
menolak ketika akhirnya tas punggungnya jadi penuh sesak dan berat karena Mama
menjejalinya dengan sekian banyak oleh-oleh buat Kakek dan Nenek. Apalagi
ketika melihat Whien bersungut, mama kembali menjejalkan beberapa lembar uang
ke sakunya. Mama sendiri yang akhirnya mengantar Whien dan Yesa ke terminal
bahkan mengantar keduanya ke atas bus sebelum bus itu berangkat menuju Danau.
“Jangan terlalu
asyik berenang. Jaga stamina, karena kalian harus tetap masuk pada hari Senin,”
pesan Mama.
“Beres, Tante!”
Yesa menghadiahkan sebuah kecupan hangat dan bersuara keras di pipi kanan Mama.
Riang-ria hati
keduanya sepanjang perjalanan menuju Danau Jingga. Dan sudah pasti Yesa tidak
bisa berhenti berkicau tentang hasratnya menikmati sejuknya air di Danau. Belum
lagi pemandangan danau yang luar biasa di sore hari. Selama ini Yesa memang
hanya mendengar kisah-kisah menawan dari mulut Whien.
“Kamu boleh
nggak punya pacar, tapi jangan nggak punya pengalaman menikmati Danau ini,”
kata Yesa berkali-kali agak berlebihan.
Sekarang saatnya
telah tiba. Hanya tiga jam lagi mereka akan tiba di Danau. Yesa nyaris tertidur
sepanjang perjalanan. Ia yang sudah puluhan kali datang ke Danau merasa agak
bosan dengan perjalanan yang bahkan telah sangat dihafalnya. Ia sengaja meminum
obat anti mabuk dengan tujuan agar matanya mengantuk dan ia berharap membuka
mata ketika telah tiba di tujuan. Yesa berkutat dengan ipod-nya setelah gagal
mengisengi Whien agar tidak tidur. Benar, Whien baru bangun setelah Yesa
memukul pipinya cukup keras.
“Bangun,
pemalas! Kita sudah sampai!”
Whien menggeliat
senang. Tapi senyumnya hilang ketika melihat suasana di luar. Ia yang lebih
dulu turun dari atas bus dan berlarian ke arah deretan toko-toko kecil itu untuk
berteduh.
“Seharusnya
kupikirkan tentang hujan!” Whien menyeka mukanya yang basah oleh air hujan.
“Kenapa risau?
Sudah tahu bahwa sekarang memang lagi musim hujan.”
“Ah, kamu nggak
tahu, ya? Musim hujan disini lebih gila. Bisa hujan sepanjang hari dan nggak
ada redanya.” Whien menengadah menatap langit yang pekat oleh mendung. Yesa seperti tidak perduli, merogoh sebatang
coklat yang telah gepeng dari saku bajunya dan memakannya dengan gigitan yang
besar.Whien mengeluarkan kamera videonya dan merekam suasana terminal kecil
itu. Mengabadikan curah hujan dan kemudian merasa menemukan momen lucu ketika
coklat di tangan Yesa terjatuh, entah karena apa, dan masuk ke genangan air.
Sudah setengah
jam hujan tidak juga mereda. Whien memutuskan membeli payung.
“Kita cuma harus
berjalan limabelas menit untuk sampai ke rumah Kakek Yusuf.”
Mereka berjalan
berhimpitan di bawah payung, menerobos derasnya hujan. Yesa baru sadar bahwa
sekujur tubuhnya mulai mengigil dan giginya bergemurutuk.
“Dingin
bangettt!” jeritnya.
“Ya. Jauh lebih
dingin karena lagi hujan. Mungkin .....” Whien tak segera meneruskan ucapannya.
“Mungkin
kenapa?”
“Mungkin kita
nggak bisa berenang.”
“Kenapa?”
“Air di danau
pasti sedingin es. Sangat tidak bagus untuk berenang. Kita bisa sakit.”
“Hmmmm, aku
lebih baik sakit asalkan bisa berenang.”
“Sebaiknya
jangan, jika cuaca masih seperti sekarang.”
“Huh!” Whien
mendengus kesal.
“Percuma
jauh-jauh kesini kalau nggak berenang!”
“Kita masih
punya besok,Yesa. Jangan terlalu bernapsu! Danau itu toh nggak akan lari
kemana!”
Yesa tetap
bersungut. Berenang adalah agendanya yang pertama dan utama di Danau.
Mereka tiba di
rumah Kakek Yusuf dan disambut sangat meriah dan penuh sukacita.
Whien akhirnya
berlindung dan mencari kehangatan di kamar yang telah disiapkan bagi mereka.
Whien meringkuk di bawah selimut tebal, sementara Yesa justru makin seperti
cacing kepanasan.
“Aku mau
berenang sekarang!”
Yesa sudah tahu,
bahwa untuk mencapai danau cuma butuh waktu sepuluh menit berjalan kaki dari
rumah ini.
“Hujan masih
gila begini,Yesa. Kamu bisa jadi hidangan beku kalau masuk ke air!!”
Dengan kesal Yesa
membuka jendela dan Whien membentaknya karena angin yang luar biasa dingin
masuk ke kamar.
“Percuma kalau
datang kemari cuma untuk pindah tidur!” Yesa keluar dari kamar tanpa permisi.
Whien tersenyum
kecut. Ia mencoba memejamkan mata tapi tak bisa. Ia sudah hampir tiga jam tidur
di sepanjang perjalanan. Bosan melamun, ia menggapai kamera video tanpa merubah
letak selimutnya.
Whien membuka
layar monitor dan memijit tombol untuk menyaksikan hasil bidikannya seturun
dari bus tadi. Layar biru itu tak segera menampilkan gambar. Tapi kemudian
gambar jutaan semut mulai terlihat. Whien mengkerutkan keningnya. Ia berpikir
ada yang tidak beres dengan rekamannya. Tapi tiba-tiba gambar mulai tersaji di
layar. Ia bangun dan mengambil posisi duduk untuk lebih bisa memperhatikan
gambar itu.
Kapan gambar itu
di ambil? Ia melihat Yesa yang berlari-lari kecil di bawah hujan, dengan baju
renangnya, berdiri di atas sebongkah batu di tepi danau. Yesa tertawa ketika
melompat ke dalam air. Tapi tawa itu tiba-tiba terhenti dan berubah menjadi
teriakan. Tangan Yesa yang menggapai-gapai keluar dari air. Yesa meronta
sebisanya. Mulutnya berteriak meminta tolong. Kamera video itu terlepas dari
tangan Whien dan jatuh di atas kasur. Hanya kurang dari sepuluh detik Whien
tercengung, setelah itu ia melompat ke luar kamar.
“Yesa?!! Kamu di
mana?!
Kakek menurunkan
korannya sambil tersenyum.
“Kamu kedinginan
dan tertidur? Temanmu itu tidak perduli pada cuaca buruk.”
“Dimana Yesa?”
Whien bertanya dengan panik.
“Katanya mau
jalan-jalan ke Danau. Biar saja, toh dia tidak mungkin tersesat di kota sekecil
ini.”
“Tapi ...?”
Whien melirik suasana buruk di luar rumah. Hujan masih teramat deras.
Searangkaian adegan di layar kamera videonya terbayang dengan mudah.
Tiba-tiba Whien
sudah berlari ke luar dan menerjang derasnya hujan, menerjang genangan air. Ia
merasa harus secepatnya tiba di tepi Danau!
“Yesaa!!!!!!!!!”
Whien berteriak cemas bercampur lega ketika di kejauhan dilihatnya Yesa yang
sudah mengenakan baju renang tengah berdiri atas sebongkah batu besar. Yesa
tertawa-tawa, persis seperti adegan yang terlihat di kamera video. Mungkin ia
merasa amat bebas karena tak ada orang lain di sekitar danau dan ia merasa boleh
bersikap semaunya.
Whien
mempercepat larinya untuk menghampiri Yesa.
“Yesa,
jangaaannn!!!”
Terlambat! Tubuh
mungil itu sudah melenting ke udara dan kemudian terjun ke dalam air. Tapi tawa
riang itu seketika berubah menjadi teriakan ketakutan ketika tubuh itu telah
berada di dalam air. Sepasang tangan Yesa menggapai-gapai semampunya, tapi tubuhnya
terlihat makin tenggelam.
Yesa tahu apa
yang terjadi. Whien mengalami kram entah di kaki entah di perut. Tanpa pikir
panjang Whien segera terjun ke air dan berenang sekuat tenaga untuk mencapai
posisi Yesa. Air sedingin es tak lagi bisa di rasakannya. Yang ia pikirkan
hayalah menyelamatkan Yesa sebelum semua menjadi fatal. Tangan yang
menggapai-gapai itu akhirnya bisa direngkuh oleh Whien dan tangan sekuat tenaga
Whien menyeret tubuh Yesa ke tepi.
“Jangan banyak
bergerak! kamu menyulitkan aku! Jangan panik! Aku menolongmu!” teriak Whien
yang mulai terkulas tenaganya. Sangat berat berenang sambil menarik tubuh Yesa. Sepuluh
menit kemudian Yesa mulai pulih kesadaranya.Sekujur tubuh terasa lengket oleh
balsam yang panasnya luar biasa. Beberapa orang yang tinggal di sekitar danau
telah menolongnya, dan kini mengerumuninya.
“Untung kamu
punya teman yang pandai berenang dan pemberani. Jika tidak entah apa yang
terjadi. Seharusnya kalian tidak berenang di saat hujan dan cuaca sedingin ini,”
kata seseorang.
Yesa masih
menangis, Whien juga. MALAM
hari nya mereka masih tetap membicarakan peristiwa yang hampir merenggut nyawa
Yesa itu. Kakek
dan Nenek merasa sedih karena mereka seharusnya bisa dan mencegah ulah kedua
tamu belianya. Tapi satu hal tak bisa di terima oleh akal sehat adalah
serangkaian adegan di kamera video Whien. Whien sudah memutarnya lagi puluhan
kali dan yang ia temukan cuma adegan diterminal kecil hingga terjatuhnya coklat
Yesa. Gambar-gambar
itu sudah hilang dan hanya Whien yang pernah melihatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar