Sabtu, 08 Desember 2012

Video Misteri




Video Misteri
 

Libur ganda di akhir pekan. Ijin sudah diperoleh, bahkan uang saku didapat lebih dari yang diharapkan. Tentu saja semua karena pilihan Whien jatuh ke rumah kakek Yusuf. Sudah lama Kakek tidak di kunjungi dan Mama sering mengeluh rindu tapi tak punya waktu untuk bertemu. Lalu ada perasaan bersalah, karena sebagai anak, seharusnya Mama tidak boleh terlalu lama tidak menjenguk kedua orangtuanya di Danau Jingga.
“Aku mengajak serta Yesa, Ma!” Seru Whien sambil memasukkan dua stel pakaian ke dalam tasnya.
“Kamu harus punya ijin dari orangtuanya, kan?”
“Sudah, Ma. Mama tahu, anak itu bahkan boleh pergi ke ujung dunia sekalipun asalkan bersamaku,” kata Whien dengan seulas senyum pongah di bibir tipisnya.
“Ya, kalian memang lebih mirip sepasang saudara kembar.”
Whien tidak bisa menolak ketika akhirnya tas punggungnya jadi penuh sesak dan berat karena Mama menjejalinya dengan sekian banyak oleh-oleh buat Kakek dan Nenek. Apalagi ketika melihat Whien bersungut, mama kembali menjejalkan beberapa lembar uang ke sakunya. Mama sendiri yang akhirnya mengantar Whien dan Yesa ke terminal bahkan mengantar keduanya ke atas bus sebelum bus itu berangkat menuju Danau.
“Jangan terlalu asyik berenang. Jaga stamina, karena kalian harus tetap masuk pada hari Senin,” pesan Mama.
“Beres, Tante!” Yesa menghadiahkan sebuah kecupan hangat dan bersuara keras di pipi kanan Mama.
Riang-ria hati keduanya sepanjang perjalanan menuju Danau Jingga. Dan sudah pasti Yesa tidak bisa berhenti berkicau tentang hasratnya menikmati sejuknya air di Danau. Belum lagi pemandangan danau yang luar biasa di sore hari. Selama ini Yesa memang hanya mendengar kisah-kisah menawan dari mulut Whien.
“Kamu boleh nggak punya pacar, tapi jangan nggak punya pengalaman menikmati Danau ini,” kata Yesa berkali-kali agak berlebihan.
Sekarang saatnya telah tiba. Hanya tiga jam lagi mereka akan tiba di Danau. Yesa nyaris tertidur sepanjang perjalanan. Ia yang sudah puluhan kali datang ke Danau merasa agak bosan dengan perjalanan yang bahkan telah sangat dihafalnya. Ia sengaja meminum obat anti mabuk dengan tujuan agar matanya mengantuk dan ia berharap membuka mata ketika telah tiba di tujuan. Yesa berkutat dengan ipod-nya setelah gagal mengisengi Whien agar tidak tidur. Benar, Whien baru bangun setelah Yesa memukul pipinya cukup keras.
“Bangun, pemalas! Kita sudah sampai!”
Whien menggeliat senang. Tapi senyumnya hilang ketika melihat suasana di luar. Ia yang lebih dulu turun dari atas bus dan berlarian ke arah deretan toko-toko kecil itu untuk berteduh.
“Seharusnya kupikirkan tentang hujan!” Whien menyeka mukanya yang basah oleh air hujan.
“Kenapa risau? Sudah tahu bahwa sekarang memang lagi musim hujan.”
“Ah, kamu nggak tahu, ya? Musim hujan disini lebih gila. Bisa hujan sepanjang hari dan nggak ada redanya.” Whien menengadah menatap langit yang pekat oleh mendung.   Yesa seperti tidak perduli, merogoh sebatang coklat yang telah gepeng dari saku bajunya dan memakannya dengan gigitan yang besar.Whien mengeluarkan kamera videonya dan merekam suasana terminal kecil itu. Mengabadikan curah hujan dan kemudian merasa menemukan momen lucu ketika coklat di tangan Yesa terjatuh, entah karena apa, dan masuk ke genangan air.
Sudah setengah jam hujan tidak juga mereda. Whien memutuskan membeli payung.
“Kita cuma harus berjalan limabelas menit untuk sampai ke rumah Kakek Yusuf.”
Mereka berjalan berhimpitan di bawah payung, menerobos derasnya hujan. Yesa baru sadar bahwa sekujur tubuhnya mulai mengigil dan giginya bergemurutuk.
“Dingin bangettt!” jeritnya.
“Ya. Jauh lebih dingin karena lagi hujan. Mungkin .....” Whien tak segera meneruskan ucapannya.
“Mungkin kenapa?”
“Mungkin kita nggak bisa berenang.”
“Kenapa?”
“Air di danau pasti sedingin es. Sangat tidak bagus untuk berenang. Kita bisa sakit.”
“Hmmmm, aku lebih baik sakit asalkan bisa berenang.”
“Sebaiknya jangan, jika cuaca masih seperti sekarang.”
“Huh!” Whien mendengus kesal.
“Percuma jauh-jauh kesini kalau nggak berenang!”
“Kita masih punya besok,Yesa. Jangan terlalu bernapsu! Danau itu toh nggak akan lari kemana!”
Yesa tetap bersungut. Berenang adalah agendanya yang pertama dan utama di Danau.
Mereka tiba di rumah Kakek Yusuf dan disambut sangat meriah dan penuh sukacita.
Whien akhirnya berlindung dan mencari kehangatan di kamar yang telah disiapkan bagi mereka. Whien meringkuk di bawah selimut tebal, sementara Yesa justru makin seperti cacing kepanasan.
“Aku mau berenang sekarang!”
Yesa sudah tahu, bahwa untuk mencapai danau cuma butuh waktu sepuluh menit berjalan kaki dari rumah ini.
“Hujan masih gila begini,Yesa. Kamu bisa jadi hidangan beku kalau masuk ke air!!”
Dengan kesal Yesa membuka jendela dan Whien membentaknya karena angin yang luar biasa dingin masuk ke kamar.
“Percuma kalau datang kemari cuma untuk pindah tidur!” Yesa keluar dari kamar tanpa permisi.
Whien tersenyum kecut. Ia mencoba memejamkan mata tapi tak bisa. Ia sudah hampir tiga jam tidur di sepanjang perjalanan. Bosan melamun, ia menggapai kamera video tanpa merubah letak selimutnya.
Whien membuka layar monitor dan memijit tombol untuk menyaksikan hasil bidikannya seturun dari bus tadi. Layar biru itu tak segera menampilkan gambar. Tapi kemudian gambar jutaan semut mulai terlihat. Whien mengkerutkan keningnya. Ia berpikir ada yang tidak beres dengan rekamannya. Tapi tiba-tiba gambar mulai tersaji di layar. Ia bangun dan mengambil posisi duduk untuk lebih bisa memperhatikan gambar itu.
Kapan gambar itu di ambil? Ia melihat Yesa yang berlari-lari kecil di bawah hujan, dengan baju renangnya, berdiri di atas sebongkah batu di tepi danau. Yesa tertawa ketika melompat ke dalam air. Tapi tawa itu tiba-tiba terhenti dan berubah menjadi teriakan. Tangan Yesa yang menggapai-gapai keluar dari air. Yesa meronta sebisanya. Mulutnya berteriak meminta tolong. Kamera video itu terlepas dari tangan Whien dan jatuh di atas kasur. Hanya kurang dari sepuluh detik Whien tercengung, setelah itu ia melompat ke luar kamar.
“Yesa?!! Kamu di mana?!
Kakek menurunkan korannya sambil tersenyum.
“Kamu kedinginan dan tertidur? Temanmu itu tidak perduli pada cuaca buruk.”
“Dimana Yesa?” Whien bertanya dengan panik.
“Katanya mau jalan-jalan ke Danau. Biar saja, toh dia tidak mungkin tersesat di kota sekecil ini.”
“Tapi ...?” Whien melirik suasana buruk di luar rumah. Hujan masih teramat deras. Searangkaian adegan di layar kamera videonya terbayang dengan mudah.
Tiba-tiba Whien sudah berlari ke luar dan menerjang derasnya hujan, menerjang genangan air. Ia merasa harus secepatnya tiba di tepi Danau!
“Yesaa!!!!!!!!!” Whien berteriak cemas bercampur lega ketika di kejauhan dilihatnya Yesa yang sudah mengenakan baju renang tengah berdiri atas sebongkah batu besar. Yesa tertawa-tawa, persis seperti adegan yang terlihat di kamera video. Mungkin ia merasa amat bebas karena tak ada orang lain di sekitar danau dan ia merasa boleh bersikap semaunya.
Whien mempercepat larinya untuk menghampiri Yesa.
“Yesa, jangaaannn!!!”
Terlambat! Tubuh mungil itu sudah melenting ke udara dan kemudian terjun ke dalam air. Tapi tawa riang itu seketika berubah menjadi teriakan ketakutan ketika tubuh itu telah berada di dalam air. Sepasang tangan Yesa menggapai-gapai semampunya, tapi tubuhnya terlihat makin tenggelam.
Yesa tahu apa yang terjadi. Whien mengalami kram entah di kaki entah di perut. Tanpa pikir panjang Whien segera terjun ke air dan berenang sekuat tenaga untuk mencapai posisi Yesa. Air sedingin es tak lagi bisa di rasakannya. Yang ia pikirkan hayalah menyelamatkan Yesa sebelum semua menjadi fatal. Tangan yang menggapai-gapai itu akhirnya bisa direngkuh oleh Whien dan tangan sekuat tenaga Whien menyeret tubuh Yesa ke tepi.
“Jangan banyak bergerak! kamu menyulitkan aku! Jangan panik! Aku menolongmu!” teriak Whien yang mulai terkulas tenaganya. Sangat berat berenang sambil menarik tubuh Yesa.                                                                                                                                                  Sepuluh menit kemudian Yesa mulai pulih kesadaranya.Sekujur tubuh terasa lengket oleh balsam yang panasnya luar biasa. Beberapa orang yang tinggal di sekitar danau telah menolongnya, dan kini mengerumuninya.
“Untung kamu punya teman yang pandai berenang dan pemberani. Jika tidak entah apa yang terjadi. Seharusnya kalian tidak berenang di saat hujan dan cuaca sedingin ini,” kata seseorang.
Yesa masih menangis, Whien juga.                                                                                            MALAM hari nya mereka masih tetap membicarakan peristiwa yang hampir merenggut nyawa Yesa itu.                                                                                                                 Kakek dan Nenek merasa sedih karena mereka seharusnya bisa dan mencegah ulah kedua tamu belianya. Tapi satu hal tak bisa di terima oleh akal sehat adalah serangkaian adegan di kamera video Whien. Whien sudah memutarnya lagi puluhan kali dan yang ia temukan cuma adegan diterminal kecil hingga terjatuhnya coklat Yesa.                                       Gambar-gambar itu sudah hilang dan hanya Whien yang pernah melihatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar